Selasa, 18 November 2014

Patogenesis Serta Penatalaksanaan Diet Pada Penderita Asma

 PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
            Penyakit pernapasan kronik, seperti asma, Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK), hipertensi pulmonal, dan penyakit paru kerja, merupakan kondisi yang memberikan beban yang berat kepada semua penderita. Sekitar 17,4 % dari seluruh kematian di dunia adalah akibat dari penyakit pernapasan kronik.
Asma adalah penyakit saluran napas kronik yang penting dan merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara di seluruh dunia. Asma dapat bersifat ringan dan tidak mengganggu aktivitas, akan tetapi dapat bersifat menetap dan mengganggu aktivitas bahkan kegiatan harian. Produktivitas menurun akibat mangkir kerja atau sekolah, dan dapat menimbulkan disability (kecacatan), sehingga menambah penurunan produktiviti serta menurunkan kualitas hidup.
            Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia, hal itu tergambar dari data studi survei kesehatan rumah tangga (SKRT) di berbagai propinsi di Indonesia. Survei kesehatan rumah tangga (SKRT) 1986 menunjukkan asma menduduki urutan ke-5 dari 10 penyebab kesakitan (morbiditi) bersama-sama dengan bronkitis kronik dan emfisema. Pada SKRT 1992, asma, bronkitis kronik dan emfisema sebagai penyebab kematian (mortaliti) ke-4 di Indonesia atau sebesar 5,6 %. Tahun 1995, prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar 13/ 1000, dibandingkan bronkitis kronik 11/ 1000 dan obstruksi paru 2/ 1000.
B.     Tujuan
1.      Tujuan Umum
            Mengkaji gambaran pathogenesis penyakit infeksi “Asma”.
2.      Tujuan Khusus
a.       Mendiskripsikan definisi penyakit asma.
b.      Mendiskripsikan faktor resiko dari penyakit asma.
c.       Mendiskripsikan penatalaksanaan diet penyakit asma.

PEMBAHASAN

A.    Definisi Penyakit Asma
Penyakit asma berasal dari kata Asthma yang diambil dari bahas Yunani yang berarti “sukar bernapas”. Penyakit asma dikenal karena adanya gejala sesak napas, batuk dan mengi yang disebabkan oleh penyempitan saluran napas. Asma juga disebut penyakit paru-paru kronis yang menyebabkan penderita sulit bernapas. Hal ini disebabkan karena pengencangan dari otot sekitar saluran pernapasan, peradangan, rasa nyeri, pembengkakan dan iritasi pada saluran nafas di paru- paru. Hal lain juga disebutkan bahwa Asma adalah penyakit yang disebabkan oleh peningkatan respon dari trachea dan bronkus terhadap bermacam- macam stimuli yang ditandai dengan penyempitan bronkus atau bronkhiolus dan sekresi yang berlebih- lebihan dari kelenjar- kelenjar di mukosa bronchus.
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam dan atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.
            Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas. Berbagai sel inflamasi berperan terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil dan sel epitel. Faktor lingkungan dan berbagai faktor lain berperan sebagai penyebab atau pencetus inflamasi saluran napas pada penderita asma. Inflamasi terdapat pada berbagai derajat asma baik pada asma intermiten maupun asma persisten. Inflamasi dapat ditemukan pada berbagai bentuk asma seperti asma alergik, asma nonalergik, asma kerja dan asma yang dicetuskan aspirin.
             Asma bronkial adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversible dimana trakeobronkial berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari pengobatan (The American Thoracic Society).
Asma Bronkial diklasifikasikan menjadi tiga tipe berdasarkan penyebabnya, yaitu :
1)      Ekstrinsik (alergik), ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotik dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.
2)      Intrinsik (non alergik), ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. 
3)      Asma gabungan, bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik.

B.     Faktor Resiko
            Risiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor pejamu (host factor) dan faktor lingkungan. Faktor pejamu disini termasuk predisposisi genetik yang mempengaruhi untuk berkembangnya asma, yaitu genetik asma, alergik (atopi), hipereaktiviti bronkus, jenis kelamin dan ras. Faktor lingkungan mempengaruhi individu dengan kecenderungan atau predisposisi asma untuk berkembang menjadi asma, menyebabkan terjadinya eksaserbasi dan menyebabkan gejala-gejala asma menetap. Termasuk dalam faktor  lingkungan yaitu alergen, sensitisasi lingkungan kerja, asap rokok, polusi udara, infeksi pernapasan (virus), diet, status sosioekonomi dan besarnya keluarga. Interaksi faktor genetik/ pejamu dengan lingkungan dipikirkan melalui kemungkinan :
1)      Pajanan lingkungan hanya meningkatkan risiko asma pada  individu dengan genetik asma.
2)      Lingkungan maupun genetik masing-masing meningkatkan risiko penyakit asma.
Faktor pejamu
            Asma adalah penyakit yang diturunkan telah terbukti dari berbagai penelitian. Predisposisi genetik untuk berkembangnya asma memberikan bakat atau kecenderungan untuk terjadinya asma. Fenotip yang berkaitan dengan asma, dikaitkan dengan ukuran subjektif (gejala) dan objektif (hipereaktiviti bronkus, kadar IgE serum) dan atau keduanya. Karena kompleksnya gambaran klinis asma, maka dasar genetik asma dipelajari dan diteliti melalui fenotip-fenotip perantara yang dapat diukur secara objektif seperti hipereaktiviti bronkus, alergik/ atopi, walau disadari kondisi tersebut tidak khusus untuk asma. Banyak gen terlibat dalam patogenesis asma, dan beberapa kromosom telah diidentifikasi berpotensi menimbulkan asma, antara`lain CD28, IGPB5, CCR4, CD22, IL9R,NOS1, reseptor agonis beta2, GSTP1; dan gen-gen yang terlibat dalam menimbulkan asma dan atopi yaitu IRF2, IL-3,Il-4, IL-5, IL-13, IL-9, CSF2 GRL1, ADRB2, CD14, HLAD, TNFA, TCRG, IL-6, TCRB, TMOD dan sebagainya.
Faktor lingkungan
            Alergen dan sensitisasi bahan lingkungan kerja dipertimbangkan adalah penyebab utama asma, dengan pengertian faktor lingkungan tersebut pada awalnya mensensitisasi jalan napas dan mempertahankan kondisi asma tetap aktif dengan mencetuskan serangan asma atau menyebabkan menetapnya gejala.

C.    Penatalaksanaan Diet Pada Penderita Asma
            Tujuan utama penatalaksanaan diet pada penderita asma adalah meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup yang optimal agar penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
Penatalaksaan diet penyakit asma :
            Diet yang diberikan Tinggi Energi Tinggi Protein (TETP)
1)      Energi tinggi, yaitu 40-45 kkal/kg BB
2)      Protein tinggi, yaitu 20% dari kebutuhan energi total
3)      Lemak cukup, yaitu 10-25% dari kebutuhan energi total
4)      Karbohidrat cukup, yaitu sisa dari kebutuhan energi total.
5)      Cairan, vitamin dan mineral cukup sesuai kebutuhan tubuh
6)      Makanan diberikan dalam bentuk mudah di cerna
7)      Makanan tidak merangsang
8)       Hindari bahan makanan yang mengandung Sulfit hasil penelitian makanan yang mengandung sulfit dapat memicu serangan asma pada 20 persen orang penderita asma. Sulfit terdapat dalam makanan sebagai hasil dari fermentasi dan ditemukan dalam makanan olahan. Jika kita tidak hati-hati dalam memilih makanan, tentu banyak sekali makanan yang mengandung sulfit karena sulfit banyak sekali digunakan sebagai bahan pengawet. Sebelum anda memakan suatu makanan, bacalah dulu komposisi makanan tersebut karena sulfit menggunakan nama seperti sulfur dioksida, kalium bisulfit atau kalium metabisulfit, natrium bisulfit, natrium metabisulfit atau natrium sulfit.
9)      Perbanyak makanan sumber anti oksidan sebagai pencegah stress oksidatif, konsumsi minimal 3 porsi sayur dan 2 porsi buah setiap hari agar anti oksidan dapat terpenuhi.
10)   Konsumsi makanan yang omega 3: makanan yang mengandung asam lemak omega 3 ternyata  mampu mengurangi gejala asma. Contoh makanan yang banyak mengandung omega3 yaitu : ikan, biji jintan, dan kacang.
D.    Cara pengobatan Asma
Sebagian besar serangan asma dapat dicegah dengan menghindari faktor- faktor pemicu asma. Agar faktor pemicu asma dapat dihindari, keluarga penderita sebaiknya mengatur kehidupan juga lingkungan sekitarnya. Misalnya, membersihkan rumah dengan teratur agar debu dan tungau tidak berkembang biak, hidup dengan nyaman dan menyebar di dalam rumah. Menghindari makanan yang dapat merangsang tubuh, contohnya menghindari makan kacang- kacangan bagi mereka yang alergi terhadap kacang, memakan makanan laut bagi mereka yang alergi dengan makanan laut. Ketika udara dingin datang, biasanya asma pun kambuh dan dapat dicegah dengan memakai pakaian yang agak tebal agar dapat menghangatkan tubuh, serta minum dan makan yang hangat- hangat.
Berobat secara terartur, biasanya pengobatan adalah kombinasi dari pengobatan jangka panjang dan jangka pendek yang berfungsi untuk mengubah agar otot- otot pada saluran pernapasan, berelaksasi, membuka saluran pernapasan yang mengecil dan mencegah terjadinya peradangan. Pengobatan sebenarnya tidak hanya dilakukan ketika serangan terjadi, tetapi juga saat tidak terjadi serangan. Penderita asma perlu memahami obat yang harus digunakan pada waktu serngan dan di luar serangan. Pada prinsipnya, pengobatan disesuaikan dengan berat ringannya penyakit yang diderita seseorang.
Pengobatan diberikan secara rutin, sebagai pelindung dan pencegahan terhadap kambuhnya asma. Obat ini berfungsi sebagaimana layaknya sebuah payung yang dipakai untuk melindungi tubuh dari hujan. Pemberian obat asma pada penderita asma biasanya melalui berbagi macam cara, yaitu parentral (melalui infus) dan per oral ( tablet diminum) atau per inhalsi.
Pengobatan dengan cara infus adalah pemberian obat- obatan melalui pembuluh darah. Ada pula obat disuntikkan ke tubuh penderita, biasanya diberikan kepada penderita yang mengalami serangan hebat. Jika masih belum tertolong, biasanya dokter akan memberikan suntikan kortikosteroid yang bertujuan untuk membuka saluran pernapasan.
Berikut adalah cara mengatasi serangan asma :
a.       Kenali terlebih dahulu jenis asma
b.      Kenali pencetusnya, jika karena emosi maka atasi emosi, jika karena virus influenza maka perlu divaksinasi, jika dikarenakan makanan maka coba hindari makanan tersebut dsb.
c.       Kenali obat- obatan yang dipakai dengan benar. Gunakan obat yang dianjurkan dokter dan pastikan obat dengan dosis yang benar
d.      Kontrol kedokter secara rutin meskipun dalam keadaan tidak sesak nafas
e.       Siapkan obat emergensi untuk serangan mendadak
Selain melakukan pengobatan, terapi pernapasan juga baik untuk mengurangi resiko serangan. Manfaat bernafas secara efektif dan benar dapat memperkuat otot- otot pernapasan sehingga si penderita mampu bernafas dengan baik.
Latihan pernafasan untuk penyandang asma dapat menguatkan otot pernapasan, tujuannya adalah apabila terjadi serangan, penderita asma masih dapat bernapas dengan efektif. Senam pernapasan tidak mengurangi serangan namun justru membantu penderita agar dapat bernapas dengan efektif pabila serangan terjadi. Kondisi tersebut dapat diperoleh dengan berlatih bernapas secara teratur dan dikombinasikan dengan gerakan- gerakan. Latihan sebaiknya dilakukan secara rutin dalam kondisi sehat sehingga ketika terjadi serangan, penderita dapat menerapkan tenik bernapas tersebut.
Latihan penapasan juga memperkuat otot perifer, otot diafragma, otot paru- paru dan otot jantung. Otot ini akan menjadi kuat dan tidak cepat lelah. Dengan latihan ini paru-paru juga dapat menampung oksigen dengan kapasitas penuh. Pasokan udara yang besar ini sangat penting ketika terjadi serangan asma.

KESIMPULAN

Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam dan atau dini hari
Asma Bronkial diklasifikasikan menjadi tiga tipe berdasarkan penyebabnya, yaitu :
1)      Ekstrinsik (alergik )
Reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotik dan aspirin) dan spora jamur.
2)      Intrinsik (non alergik)
Reaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi
3)      Asma gabungan
Reaksi gabungan antara Ekstrinsik dan Instrinsik
Faktor resiko umum Asma meliputi
·         Paparan alergen ( tungau debu rumah, bulu binatang, kecoa, serbuk sari, dan jamur, hipersensitivitas tipe I )
·         Pekerjaan ( toluen diisosianat ex. Pembuatan plastik, resin untuklem, cat dan lain- lain)
·         Iritasi ( asap rokok, GERD)
·         Infeksi saluran pernapasan ( Virus menyebabkan penurunan ambang ransang vagal subepitelial)
·         Ekspresi emosional yang kuat ( meningkatkan rangsangan vagal, parasimpatis)
·         Bahan kimia dan obat-obatan ( aspirin menghambat adrenoreseptor beta-2 di paru- paru yang berfungsi untuk bronkodilatasi, reseptor beta-1 terdapat di jantung).
Penatalaksanaan Diet untuk penderita Asma bertujuan untuk meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup yang optimal agar penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Menggunakan Diet TETP ( Tinggi Energi Tinggi Protein) dengan syarat Energi tinggi, yaitu 40-45 kkal/kg BB, Protein tinggi, yaitu 20% dari kebutuhan energi total, Lemak cukup, yaitu 10-25% dari kebutuhan energi total, Karbohidrat cukup, yaitu sisa dari kebutuhan energi total.

DAFTAR PUSTAKA

            Diunduh dari http://www.klikpdpi.com/konsensus/asma/asma.pdf. Diakses tanggal 18 April 2014.
            Dudut Tanjung, S.Kp. “Asuhan Keperawatan Asma Bronkial”. Diunduh dari http://library.usu.ac.id/download/fk/keperawatan-dudut2.pdf. Diakses tanggal 18 April 2014.



0 komentar :

Posting Komentar